Pagi itu aku tergesa – gesa memarkir Honda Accordku di parkiran kampus. Setengah berlari aku menuju ke gedung kuliah yang berada sekitar 400 m dari parkiran tersebut, sambil mataku melirik ke jam tangan Albaku yang telah menunjukkan pukul 8.06. Shit..! Kalau saja tadi malam aku tidak nekat menonton pertandingan bola tim favoritku (
“Kalau saja pagi ini bukan Pak Noel yang mengajar, tentu saja aku masih berjalan santai menuju ruang kuliah. Ya, Pak Noel yang berusia sekitar 40 tahunan memang sangat keras dalam urusan disiplin, terlambat sepuluh menit saja pastilah pintu ruangan kuliah akan dikuncinya. Kesempatan “titip absen” pun nyaris tidak ada karena ia hampir selalu mengecek daftar peserta hadir. Parahnya lagi, kehadiran minimal 90% adalah salah satu prasyarat untuk dapat lulus dari mata kuliah ajarannya.”
Tersentak dari lamunanku, ternyata tanpa sadar aku sudah berada di gedung kuliah, namun tidak berarti kesulitanku terhenti sampai disini. Ruanganku berada di lantai 6, sedangkan pintu lift yang sedari tadi kutunggu tak kunjung terbuka.
Mendadak, dari belakang terdengar suara merdu menyapaku. “Hai Tama..!” Akupun menoleh, ternyata yang menyapaku adalah adik angkatanku yang bernama Dwi. “Hai juga” jawabku sambil lalu karena masih dalam keadaan panik. “Kerah baju kamu terlipat tuh” kata Dwi. Sadar, aku lalu membenarkan posisi kerah kemeja putihku serta tak lupa mengecek kerapihan celana jeansku. “Udah, udah rapi kok. Hmm, pasti kamu buru – buru ya?” kata Dwi lagi. “Iya nih, biasa Pak Noel” jawabku. “Mmh” Dwi hanya menggumam.
Setelah pintu lift terbuka akupun masuk ke dalam lift. Ternyata Dwi juga melakukan hal yang sama. Didalam lift suasananya sunyi hanya ada kami berdua, mataku iseng memandangi tubuh Dwi. Ternyata hari itu ia tampil sangat cantik. Tubuh putih mulusnya setinggi 167 cm itu dibalut baju kaos Gucci pink yang ketat, memperlihatkan branya yang berwarna hitam menerawang dari balik bajunya. Sepertinya ukuran payudaranya cukup besar, mungkin 34D. Ia juga mengenakan celana blue jeans Prada yang cukup ketat. Rambutnya yang lurus sebahu terurai dengan indahnya. Wangi parfum yang kutebak merupakan merk Kenzo Intense memenuhi udara dalam lift, sekaligus seperti beradu dengan parfum Boss In Motion milikku. Hmm pikirku, pantas saja Dwi sangat diincar oleh seluruh cowo di jurusanku, karena selain ia masih single tubuhnya juga sangat proporsional. Lebih daripada itu prestasi akademiknya juga cukup cemerlang. Namun jujur diriku hanya menganggap Dwi sebagai teman belaka. Mungkin hal itu dikarenakan aku baru saja putus dengan pacarku dengan cara yang kurang baik, sehingga aku masih trauma untuk mencari pacar baru.
Tiba – tiba pintu lift membuka di lantai 4. Dwi turun sambil menyunggingkan senyumnya kepadaku. Akupun membalas senyumannya. Lewat pintu lift yang sedang menutup aku sempat melihat Dwi masuk ke sebuah ruang studio di lantai 4 tersebut. Ruang tersebut memang tersedia bagi siapa saja mahasiwa yang ingin menggunakannya, AC didalamnya dingin dan pada jam pagi seperti ini biasanya keadaannya kosong. Aku juga sering tidur didalam ruangan itu sehabis makan siang, abisnya sofa disana empuk dan enak sih. Hehehe…
Setelah itu lift pun tertutup dan membawaku ke lantai 6, tempat ruang kuliahku berada. Segera setelah sampai di pintu depan ruang kuliahku seharusnya berada, aku tercengang karena disana tertempel pengumuman singkat yang berbunyi “kuliah Pak Noel ditunda sampai jam 12. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ttd: Tata Usaha Departemen” Sialan, kataku dalam hati. Jujur saja kalau pulang lagi ke kostan aku malas, karena takut tergoda akan melanjutkan tidur kembali. Bingung ingin melakukan apa selagi menunggu, aku tiba – tiba saja teringat akan Dwi. Bermaksud ingin membunuh waktu dengan ngobrol bersamanya, akupun bergegas turun kelantai 4 sambil berharap kalau Dwi masih ada disana.
Sesampainya di lantai 4 ruang studio, aku tidak tahu
apa Dwi masih ada didalam atau tidak, karena ruangan itu jendelanya gelap dan
ditutupi tirai. Akupun membuka pintu, lalu masuk kedalamnya. Ternyata disana
ada Dwi yang sedang duduk disalah satu sofa didepan meja ketik menoleh ke
arahku, tersenyum dan bertanya “Hai Tama, ngga jadi kuliah?” “Kuliahnya diundur”
jawabku singkat. Iapun kembali asyik mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Aku
memandang berkeliling, ternyata ruangan studio selebar 4X5 meter itu kosong,
hanya ada suaraku, suara Dwi, dan suara AC yang bekerja. Secara tidak sadar aku
mengunci pintu, mungkin karena ingin berduaan aja dengan Dwi. Maklum, namanya
juga cowo, huehehe…
Penasaran, aku segera mendekati Dwi. “Hi Dwi, lagi
ngapain sendirian disini?” “Oh, ini lagi ngerjain tugas. Abis dihimpunan rame
banget sih ,jadi aku ga bisa konsentrasi.” “Eh, kebetulan ada Tama, udah pernah
ngambil kuliah ini kan ?”
Tanya Dwi sambil memperlihatkan tugas di layar laptopnya. Aku mengangguk
singkat. “Bisa ajarin Dwi ngga caranya, Dwi dari tadi gak ketemu cara
ngerjainnya nih?” pinta Dwi. Akupun segera mengambil tempat duduk disebelahnya,
sambil mengajarinya cara pengerjaan tugas tersebut. Daripada aku bengong, pikirku. Mulanya saat kuajari ia belum terlalu
mengerti, namun setelah beberapa lama ia segera paham dan tak lama berselang
tugasnya pun telah selesai.
“Wah, selesai juga. Ternyata gak begitu susah ya.
Makasih banget ya Tama, udah ngerepotin kamu.” Kata Dwi ramah. Iapun menutup
laptop Toshibanya dan mengemasnya. “Apa sih yang ngga buat cewe tercantik di
jurusan ini” kataku sekedar iseng menggoda. Dwi pun malu bercampur gemas
mendengar perkataanku, dan secara tiba – tiba ia berdiri sambil berusaha
menggelitiki pinggangku. Aku yang refleksnya memang sudah terlatih dari
olahraga karate yang kutekuni selama ini pun dapat menghindar, dan secara tidak
sengaja tubuhnya malah kehilangan keseimbangan serta pahanya mendarat menduduki
pahaku yang masih duduk. Secara tidak sengaja tangan kanannya yang tadinya
ingin menggelitikiku menyentuh kemaluanku. Spontan, adik kecilku pun bangun.
“Iih, Tama kok itunya tegang sih?” kata Dwi sambil membenarkan posisi
tangannya. “Sori ya” kataku lirih. Kami pun jadi salah tingkah, selama beberapa
saat kami hanya saling bertatapan mata sambil ia tetap duduk di pangkuanku.
Melihat mukanya yang cantik, bibirnya yang dipoles lip
gloss berwarna pink, serta matanya yang bulat indah membuatku benar – benar
menyadari kecantikannya. Ia pun hanya terus menatap dan tersenyum kearahku.
Entah siapa yang memulai, tiba – tiba kami sudah saling berciuman mulut.
Ternyata ia seorang pencium yang hebat, aku yang sudah berpengalamanpun
dibuatnya kewalahan. Harum tubuhnya makin membuatku horny dan membuatku ingin
menyetubuhinya.
Seolah mengetahui keinginanku, Dwi pun merubah posisi duduknya sehingga ia duduk di atas pahaku dengan posisi berhadapan, daerah vaginanya yang masih ditutupi oleh celana jenas menekan penisku yang juga masih berada didalam celanaku dengan nikmatnya. Bagian dadanya pun seakan menantang untuk dicium, hanya berjarak 10 cm dari wajahku. Kami berciuman kembali sambil tanganku melingkar kepunggungnya dan memeluknya erat sekali sehingga tonjolan dibalik kaos ketatnya menekan dadaku yang bidang. “mmhh.. mmmhh..” hanya suara itu yang dapat keluar dari bibir kami yang saling beradu.
Seolah mengetahui keinginanku, Dwi pun merubah posisi duduknya sehingga ia duduk di atas pahaku dengan posisi berhadapan, daerah vaginanya yang masih ditutupi oleh celana jenas menekan penisku yang juga masih berada didalam celanaku dengan nikmatnya. Bagian dadanya pun seakan menantang untuk dicium, hanya berjarak 10 cm dari wajahku. Kami berciuman kembali sambil tanganku melingkar kepunggungnya dan memeluknya erat sekali sehingga tonjolan dibalik kaos ketatnya menekan dadaku yang bidang. “mmhh.. mmmhh..” hanya suara itu yang dapat keluar dari bibir kami yang saling beradu.
Puas berciuman, akupun mengangkat tubuh Dwi sampai ia
berdiri dan menekankan tubuhnya ke dinding yang ada dibelakangnya. Akupun
menciumi bibir dan lehernya, sambil meremas – remas gundukan payudaranya yang
terasa padat, hangat, serta memenuhi tanganku. “Aaah, Tama…” Erangannya yang
manja makin membuatku bergairah. Kubuka kaos serta branya sehingga Dwi pun
sekarang telanjang dada. Akupun terbelalak melihat kecantikan payudaranya.
Besar, putih, harum, serta putingnya yang berwarna pink itu terlihat sedikit
menegang. “Tama…” katanya sambil menekan kepalaku kearah payudaranya. Akupun
tidak menyia – nyiakan kesempatan baik itu. Tangankupun meremas, menjilat, dan
mencium kedua belah payudaranya. Kadang bibirku mengulum putting payudaranya.
Kadang bongkahan payudaranya kumasukkan sebesar mungkin kedalam mulutku seolah
aku ingin menelannya, dan itu membuat badan Dwi menggelinjang. “Aaahh… SShhh…”
aku mendongak keatas dan melihat Dwi sedang menutup matanya sambil bibirnya
mengeluarkan erangan menikmati permainan bibirku di payudaranya. Seksi sekali
dia saat itu. Putingnya makin mengeras menandakan ia semakin bernafsu akan
“pekerjaanku” di dadanya.
Puas menyusu, akupun menurunkan ciumanku kearah
pusarnya yang ternyata ditindik itu. Lalu ciumanku makin mengalir turun ke arah
selangkangannya. Akupun membuka jeansnya, terlihatlah celana dalamnya yang
hitam semi transparan itu, namun itu tak cukup untuk menyembunyikan gundukan
vaginanya yang begitu gemuk dari pandanganku. Akupun mendekatkan hidungku ke
arah vaginanya, tercium wangi khas yang sangat harum. Ternyata Dwi sangat
pintar dalam menjaga bagian kewanitaannya itu. Sungguh beruntung diriku dapat
merasakan miliknya Dwi.
Akupun mulai menyentuh bagian depan celana dalamnya
itu. Basah. Ternyata Dwi memang sudah horny karena servisku. Jujur saja aku
merasa deg – degan karena selama ini aku belum pernah melakukan seks dengan
kedelapan mantan pacarku, paling hanya sampai taraf oral seks. Jadi ini boleh
dibilang pengalaman pertamaku. Dengan ragu – ragu akupun menjilati celana
dalamnya yang basah tersebut. “Mmhhh… Ooggghh…” Dwi mengerang menikmati
jilatanku. Ternyata rasa cairan kewanitaan Dwi gurih, sedikit asin namun enak
menurutku. Setelah beberapa lama menjilati, ternyata cairan kewanitaannya makin
banyak meleleh.
“Buka aja celana dalamku” kata Dwi. Mendengar restu
tersebut akupun menurunkan celana dalamnya sehingga sekarang Dwi benar – benar
bugil, sedangkan aku masih berpakaian lengkap. Benar – benar pemandangan yang
indah. Vaginanya terpampang jelas di depan mataku, berwarna pink kecoklatan
dengan bibirnya yang masih rapat. Bentuknya pun indah sekali dengan bulunya
yang telah dicukur habis secara rapi. Bagai orang kelaparan, akupun segera
melahap vaginanya, menjilati bibir vaginanya sambil sesekali menusukkan jari
tengah dan jari telunjukku ke dalamnya. Berhasil..! Aku menemukan G-Spotnya dan
terus memainkannya. setelah itu Dwi terus menggelinjang, badannya mulai
berkeringat seakan tidak menghiraukan dinginnya AC di ruangan ini. “Emmh,
please don’t stop” kata Dwi dengan mata terpejam. "OOuucchh..."
Rintih Dwi di telingaku sambil matanya berkerjap-kerjap merasakan nikmat yang
menjalari tubuhnya."Ssshhh...Ahhh", balasku merasakan nikmatnya
vagina Dwi yang makin basah. Sambil terus meremas dada besarnya yang mulus,
adegan menjilat itu berlangsung selama beberapa menit. Tangannya terus mendorong
kepalaku, seolah menginginkanku untuk menjilati vaginanya secara lebih intens.
Pahanya yang putih pun tak hentinya menekan kepalaku. Tak lama kemudian,
“Uuuhhh.. Dwi mau ke… lu… ar…” seiring erangannya vaginanya pun tiba – tiba
membanjiri mulutku mengeluarkan cairan deras yang lebih kental dari sebelumnya,
namun terasa lebih gurih dan hangat. Akupun tidak menyia – nyiakannya dan
langsung meminumnya sampai habis. “Slruuppp…” suaranya terdengar nyaring di
ruangan tersebut. Nafas Dwi terdengar terengah – engah, ia menggigit bibirnya
sendiri sambil seluruh tubuhnya mengkilat oleh keringatnya sendiri. Setelah
tubuhnya berhenti bergetar dan jepitan pahanya mulai melemah akupun berdiri dan
mencium bibirnya, sehingga ia merasakan cairan cintanya sendiri.
“Mmhh, Tama… makasih ya kamu udah bikin Dwi keluar.” “kamu malah belum buka baju sama sekali, curang” kata Dwi. “Gantian sini.” Setelah berkata lalu Dwi mendorong tubuhku sehingga aku duduk diatas sofa. Iapun berjongkok serta melepaskan celana jeans serta celana dalamku. Iapun kaget melihat batang penisku yang berukuran cukup “wah.” Panjangnya sekitar 16 cm dengan diameter 5 cm. kepalanya yang seperti topi baja berwarna merah tersentuh oleh jemari Dwi yang lentik. “Tama, punya kamu gede banget…” setelah berkata maka Dwi langsung mengulum kepala penisku. Rasanya sungguh nikmat sekali. “mmh Dwi kamu nikmat banget…” kataku. Iapun menjelajahi seluruh penjuru penisku dengan bibir dan lidahnya, mulanya lidahnya berjalan menyusuri urat dibawah penisku, lalu bibirnya yang sexy mengulum buah zakarku. “aah… uuhh… ” hanya itu yang dapat kuucapkan. Lalu iapun kembali ke ujung penisku dan berusaha memasukkan penisku sepanjang – panjangnya kedalam mulutnya. Akupun mendorong kepalanya dengan kedua belah tangannya sehingga batang penisku hampir 3/4nya tertelan oleh mulutnya sampai ia terlihat hamper tersedak. Sambil membuka bajuku sendiri aku mengulangi mendorong kepalanya hingga ia seperti menelan penisku sebanyak 5 – 6 kali.
“Mmhh, Tama… makasih ya kamu udah bikin Dwi keluar.” “kamu malah belum buka baju sama sekali, curang” kata Dwi. “Gantian sini.” Setelah berkata lalu Dwi mendorong tubuhku sehingga aku duduk diatas sofa. Iapun berjongkok serta melepaskan celana jeans serta celana dalamku. Iapun kaget melihat batang penisku yang berukuran cukup “wah.” Panjangnya sekitar 16 cm dengan diameter 5 cm. kepalanya yang seperti topi baja berwarna merah tersentuh oleh jemari Dwi yang lentik. “Tama, punya kamu gede banget…” setelah berkata maka Dwi langsung mengulum kepala penisku. Rasanya sungguh nikmat sekali. “mmh Dwi kamu nikmat banget…” kataku. Iapun menjelajahi seluruh penjuru penisku dengan bibir dan lidahnya, mulanya lidahnya berjalan menyusuri urat dibawah penisku, lalu bibirnya yang sexy mengulum buah zakarku. “aah… uuhh… ” hanya itu yang dapat kuucapkan. Lalu iapun kembali ke ujung penisku dan berusaha memasukkan penisku sepanjang – panjangnya kedalam mulutnya. Akupun mendorong kepalanya dengan kedua belah tangannya sehingga batang penisku hampir 3/4nya tertelan oleh mulutnya sampai ia terlihat hamper tersedak. Sambil membuka bajuku sendiri aku mengulangi mendorong kepalanya hingga ia seperti menelan penisku sebanyak 5 – 6 kali.
Puas dengan itu ia pun berdiri dan duduk
membelakangiku, tangannya membimbing penisku memasuki liang kemaluannya. “Tama
sayang, aku masukin ya..” kata Dwi bergairah. Lalu iapun menduduki penisku,
mulanya hanya masuk 3/4nya namun lama – lama seluruh batang penisku terbenam ke
dalam liang vaginanya. Aah, jadi ini yang mereka katakana kenikmatan bercinta,
rasanya memang enak sekali pikirku. Iapun terus menaik – turunkan vaginanya
sambil kedua tangannya bertumpu pada dadaku yang bidang. “Pak.. pak… pak..
sruut.. srutt..” bunyi paha kami yang saling beradu ditambah dengan cairan
kewanitaannya yang terus mengalir makin menambah sexy suasana itu. Sesekali aku
menarik tubuhnya kebelakang, sekedar mencoba untuk menciumi lehernya yang
jenjang itu. Lehernya pun menjadi memerah di beberapa tempat terkena
cupanganku.
“Dwi, ganti posisi dong” kataku. Lalu Dwi berdiri dan
segera kuposisikan dirinya untuk menungging serta tangannya bertumpu pada meja.
Dari posisi ini terlihat liang vaginanya yang memerah tampak semakin
menggairahkan. Akupun segera memasukkan penisku dari belakang. “aahh, pelan –
pelan sayang” kata Dwi. Akupun menggenjot tubuhnya sampai payudaranya
berguncang – guncang dengan indahnya.
“Aaahhkk...Tama...Ooucchhhkgg..Ermmmhhh" suara Dwi yang mengerang terus,
ditambah dengan cairannya yang makin banjir membuatku semakin tidak berdaya
menahan pertahanan penisku. “Ooohh...yeahh ! fu*k me like that...uuhh...i’m
your bitch now !” erang Dwi liar.
"Aduhh.. aahh.. gila Dwi.. enak banget!"
ceracauku sambil merem-melek. "Oohh.. terus Tama.. kocok terus" Dwi
terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking
terangsangnya. "Yak.. dikit lagi.. aahh.. Tama.. udah mau" Dwi
mempercepat iramanya karena merasa sudah hampir klimaks. "Dwi.. Aku juga..
mau keluar.. eerrhh" geramku dengan mempercepat gerakan.
"Enak nggak Tama?" tanyanya lirih kepadaku
sambil memalingkan kepalanya kebelakang untuk menatap mataku. "Gila.. enak
banget Dwi.. terusin sayang, yang kencang.." Tanganku yang masih bebas
kugerakkan kearah payudaranya untuk meremas – remasnya. Sesekali tanganku
memutar arah ke bagian belakang untuk meremas pantatnya yang lembut.
“uuhh.. sshh.. Dwi, aku udah ga tahan nih. Keluarin
dimana?” tanyaku. “uuhhh.. mmh.. ssshh.. Keluarin didalam aja ya, kita
barengan” kata Dwi. Makin lama goyangan penisku makin dalam dan makin cepat..
"Masukin yang dalem dooo...ngg...", pintanya. Akupun menambah
kedalaman tusukan penisku, sampai pada beberapa saat kemudian. “aahh… Tama..
kita keluarin sekarang…” Dwi berkata sambil tiba – tiba cekikan vaginanya pada
penisku terasa sangat kuat dan nikmat. Iapun keluar sambil tubuhnya bergetar.
Akupun tak mampu membendung sperma pada penisku dan akhirnya kutembakkan
beberapa kali ke dalam liang vaginanya. Rasa hangat memenuhi penisku, dan
disaat bersamaan akupun memeluk Dwi dengan eratnya dari belakang.
Setelah beberapa lama tubuh kami yang bercucuran keringat menyatu, akhirnya akupun mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya. Aku menyodorkan penisku ke wajah Dwi dan ia segera mengulum serta menelan habis sperma yang masih berceceran di batang penisku. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding ruang studio dan masih dengan posisi jongkok dihadapankuLydia tersenyum
sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat. Nafasku
memburu kencang dan jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya,
walaupun aku sangat sering masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh seorang
cewek adalah yang pertama bagiku, apalagi ditambah pemandangan dua susu montok
yang ikut bergoyang karena gerakan pemiliknya yang sedang menocok penisku
bergantian dengan tangan kiri dan kanannya.
Setelah beberapa lama tubuh kami yang bercucuran keringat menyatu, akhirnya akupun mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya. Aku menyodorkan penisku ke wajah Dwi dan ia segera mengulum serta menelan habis sperma yang masih berceceran di batang penisku. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding ruang studio dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku
"Dwi.. mau keluar nih.." kataku lirih sambil
memejamkan mata meresapi kenikmatan hisapan Dwi. "Bentar, tahan dulu
Tama.."jawabnya sambil melepaskan kocokannya. "Loh kok ngga
dilanjutin?" tanyaku. Tanpa menjawab pertanyaanku, Dwi mendekatkan dadanya
ke arah penisku dan tanpa sempat aku menebak maksudnya, dia menjepit penisku
dengan kedua payudaranya yang besar itu. Sensasi luar biasa aku dapatkan dari
penisku yang dijepit oleh dua gundukan kembar itu membuatku terkesiap menahan
napas.
Sebelum aku sempat bertindak apa-apa, dia kembali
mengocok penisku yang terjepit diantara dua susunya yang kini ditahan dengan
menggunakan kedua tangannya. Penisku serasa diurut dengan sangat nikmatnya.
Terasa kurang licin, Dwi pun melumuri payudaranya dengan liurnya sendiri. “Gila
Dwi, kamu ternyata liar banget..” Dwi hanya menjawab dengan sebuah senyuman
nakal.
Kali ini seluruh urat-urat dan sendi-sendi di sekujur
tubuhku pun turut merasakan kenikmatan yang lebih besar daripada kocokan dengan
tangannya tadi. "Enak nggak Tama?" tanyanya lirih kepadaku sambil
menatap mataku. "Gila.. Bukan enak lagi.. Tapi enak banget Sayang.. Terus
kocok yang kencang.." Tanganku yang masih bebas kugerakkan kearah
mulutnya, dan ia langsung mengulum jariku dengan penuh nafsu. "Ahh..
ohh.." desahnya pelan sambil kembali memejamkan matanya. Kocokan serta
jepitan susunya yang semakin keras semakin membuatku lupa daratan.
Tak lama kemudian, “aah… Dwi aku mau keluar lagi…”
setelah berkata begitu akupun menyemprotkan beberapa tetes spermaku kedalam
mulutnya yang langsung ditelan habis oleh Dwi. Iapun lalu menciumku sehingga
aku merasakan spermaku sendiri.
Setelah selesai, kami pun berpakaian lagi. Tak lupa aku mengucapkan
terima kasih kepadanya, lalu akupun pulang kekostan setelah mengantarkan Dwi ke
kostannya menggunakan mobilku. Dialam mobil ia berkata bahwa ia sangat puas
setelah bercinta denganku serta menginginkan untuk mengulanginya kapan – kapan.
Akupun segera menyanggupi dan mencium mesra bibirnya. Setelah itu aku mengarahkan
mobilku ke kostanku yang berada di daerah Dago. Soal kuliahnya Pak Noel, aku
sudah cuek karena hari itu aku mendapatkan anugerah yang tidak terkira, yaitu
bisa bercinta dengan Dwi.
0 comments:
Posting Komentar
Jangan lupa komennya ya demi membangun blog ini agar menjadi lebih baik dari sekarang saran anda sangat berarti untuk perkembangan blog ini :)