Dalam istilah seks, sering kita dengar kata fake orgasm atau
berpura-pura mengalami orgasme, padahal sebenarnya tak merasakannya.
Perilaku ini kerap ditunjukkan seseorang saat berhubungan intim dengan
maksud menyenangkan atau menambah kepercayaan diri pasangannya.
Fakta membuktikan bahwa orgasme palsu banyak dilakukan kaum Hawa demi
menyenangkan pasangannya. Wanita terkadang harus berpura-pura mencapai
orgasme, padahal sebenarnya mereka tidak mengalaminya atau bahkan tidak
menikmati seks itu sendiri karena berbagai faktor, seperti disfungsi
seksual, baik pada pria atau wanita.
Suatu penelitian menyatakan, orgasme palsu sering dilakukan karena 90
persen wanita menilai kaum pria tak dapat membedakan orgasme yang
palsu dan asli. Wanita juga terpaksa melakukan orgasme palsu supaya tak
menyinggung atau mengecewakan pasangannya meski dalam hatinya mereka
tidak puas.
Di mata psikolog yang mendalami permasalahan seksual, Zoya Dianaesthika
Jusung MPsi, berpura-pura merasakan orgasme adalah tindakan yang
sungguh merugikan, terutama bagi wanita. Dengan orgasme palsu, tujuan
mencapai seks yang berkualitas dan memuaskan kedua belah pihak justru
makin sulit tercapai.
"Wanita melakukan fake orgasm akan rugi sendiri. Berpura-pura orgasme
artinya selain menipu dirinya, dia juga telah menipu pasangannya.
Banyak wanita yang merasa dengan tidak mengomunikasikan fake orgasm
akan menambah kepercayaan diri pasangannya, padahal sebenarnya tidak,"
ungkap konsultan seks dari Lembaga Penelitian Psikologi, Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, itu.
Kasus orgasme palsu di antaranya sering ditemukan pada wanita yang
memiliki pasangan pengidap disfungsi ereksi (DE). Bukan rahasia lagi
bila problem ereksi dapat menyebabkan wanita menjadi sulit terpuaskan
sehingga untuk menghindari ketersinggungan saat beraksi di ranjang tak
jarang wanita harus berpura-pura orgasme dan menyimpan rahasia ini
dalam hatinya.
Zoya menyarankan, tindakan berpura-pura orgasme sebaiknya dihindari dan
diganti dengan pendekatan yang lebih intim melalui komunikasi dan
keterbukaan dengan pasangan. Dalam mengomunikasikan perihal seks, baik
pria atau wanita sebaiknya menyampaikannya dengan cara asertif, tidak
saling menyinggung atau menyakiti satu sama lain.
"Cara penyampaian yang tidak menyakiti ini sangat penting. Misalnya,
jangan sampai (seorang wanita) bilang 'Ah kamu jelek sekali atau lemah
sekali sih'. Besok-besok, malah (si pria) akan makin lemah," ujarnya.
Supaya sama-sama menemukan kenikmatan dalam seks, pasangan dapat saling
membimbing ke arah yang diinginkan dan mengutarakan bagaimana
sebaiknya hubungan seks dilakukan. "Misalnya mengatakan ok that's right sebelah sini! That's good, keep continue doing this, Itu akan membantu si pria dan wanita untuk mendapatkan kepuasan," tambahnya.
Ada baiknya pula, setia pasangan menggunakan masa afterplay atau sesaat
setelah aktivitas seks untuk dijadikan kesempatan berkomunikasi. "Saat afterplay dimanfaatkan
untuk saling terbuka mengenai pengalaman seksual yang baru terjadi.
Dan bagi para wanita jangan merasa malu untuk mengungkapkan apa yang
dirasakan saat berhubungan dan apakah Anda mencapai orgasme atau tidak,"
ujarnya.
Ia menegaskan, pada prinsipnya pria dan wanita memiliki hak yang sama
dalam mendapat kepuasan dan kenikmatan saat berhubungan seks.
Kenikmatan dan kepuasan, lanjut Zoya, sebenarnya memiliki makna
berbeda dalam konteks seks.
Kenikmatan atau pleasure biasanya lebih banyak berkaitan dengan hal-hal
bersifat fisik dan genital, seperti rangsangan pada bagian tubuh atau
titik tertentu, posisi dan trik berhubungan, dan sebagainya. "Sedangkan
satisfaction itu banyak menyangkut efek psikologi atau
kepuasan-kepuasan pada diri seorang individu. Yang artinya sesuatu yang
melebihi kenikmatan," tandasnya.
Home »
Tentang Seks
» Demi Pasangsangan, Perlukah Organisme Palsu ?
Demi Pasangsangan, Perlukah Organisme Palsu ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
Jangan lupa komennya ya demi membangun blog ini agar menjadi lebih baik dari sekarang saran anda sangat berarti untuk perkembangan blog ini :)