Home » , » Mitos Soal Hilangnya Hasrat Bercinta

Mitos Soal Hilangnya Hasrat Bercinta


Seks memang bukan segalanya dalam hubungan percintaan. Tapi hubungan seks berdampak pada ikatan fisik, dan bersifat unik, istimewa dan penting. Karena itu bila ada masalah dalam kehidupan seks seseorang dengan pasangannya, maka akan berujung pada terganggunya hubungan itu sendiri.

Apa yang seringkali dilupakan para pasangan, adalah sejauh mana seks berdampak pada hubungan cinta mereka. Setiap pasangan berhubungan seks semakin jarang seiring waktu, dan itu tak selalu berarti masalah.

Tapi bila salah satu menginginkan seks dan satunya tidak, maka itu harus diwaspadai sebagai “keadaan darurat”,maka harus segera ditangani dan butuh perhatian ekstra. Seks bukan hanya hiasan untuk mempercantik kue, melainkan kue itu sendiri.

Berikut beberapa mitos yang masih dianut banyak pasangan dan saatnya dipahami dengan cara yang berbeda.

Mitos 1 : Hormon perempuan adalah pendorong utama hasrat bercinta
Banyak orang berasumsi bahwa bila perempuan jarang menginginkan seks, ini berarti ada yang salah dengan libidonya, sehingga dia membutuhkan perawatan kesehatan.

“Salah konsepsi terbesar soal rendahnya keinginan akan seks, adalah masalah hormonal, “ kata Juan J.Remos, dokter di Miami Institue for Age Management and Intervention.

“Libido lebih komplek daripada sekedar hormon, dan bersinggungan dengan setiap aspek dari pengalaman manusia, termasuk kesehatan pembuluh darah, nutrisi, kesan terhadap tubuh, tingkat stress, dan kualitas dari hubungan itu sendiri secara umum,”kata Remos.

Dalam banyak kasus, akar masalah bermula dari apa yang dirasakan si perempuan soal dirinya, pasangannya dan hubungan mereka. Jadi ketika seorang perempuan kehilangan minat bercinta, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi hubungannya dengan pasangan, dan bagaimana itu ditingkatkan.

Mitos kedua : Keintiman emosional menjamin kehidupan seks yang baik
"Kita semua dicekoki pikiran bahwa keintiman emosional adalah hal yang terbaik, “kata Kathryn Hall, penulis buku Reclaiming Your Sexual Self. “Tapi banyak pasangan yang sangat intim secara emosional, tapi kehidupan seks mereka tetap kering," kata Hall.

Untuk banyak pasangan, keintiman emosional membuat mereka merasa menjadi sahabat, tapi tak berhasil memenuhi kebutuhan hasrat mereka. Solusinya adalah membiarkan diri kita sendiri untuk sedikit nakal, mengambil resiko, dan berusaha lebih seksi. Untuk banyak orang, keinginan bercinta lebih mudah terpicu oleh hasrat daripada kedekatan emosional.

"Rahasianya adalah melupakan soal hal-hal yang kita pikir normal, dan memberi ruang untuk apapun yang membuat kita merasa senang, muda dan seksi.” Kata Hall


Mitos 3 : Bila pasangan menginginkan seks dan anda tidak, anda bisa mengekspresikan cinta dengan cara lain
Kita cenderung berpikir bahwa manusia harus bisa memilih apakah menginginkan seks dalam hubungan cinta atau tidak. Kita berasumsi bila salah satu dari pasangan tak menginginkan seks, maka pasangannya harus menerima dan bertahan menjadi monogami tanpa mengeluh.

“Ini tidak adil, dan tak bisa dijalankan, bahkan seringkali memicu perselingkuhan,”kata Michelle Weiner-Davis, penulis The Sex-Starved Marriage: A Couple’s Guide To Boosting Their Marriage Libido.

“Ketika dua orang menikah, secara alamiah mereka harus berkompromi dalam banyak aspek dari kehidupan mereka. Dimana akan tinggal, apakah akan memiliki anak, dan siapa yang akan fokus pada karir. Tapi seringkali mereka mengabaikan pembicaraan soal hubungan seks akan seperti apa, seberapa sering mereka akan melakukannya, dan bagaimana kualitas hubungan seks mereka. Ini keliru, karena seks adalah tali yang akan mengikat hubungan itu, “ kata Weiner-Davis.


Mitos 4 : Pasangan harus menyelesaikan masalah emosional dulu sebelum masalah seksual
Ketika pasangan memiliki masalah emosional, seperti marah, dendam, atau komunikasi yang buruh, sebagai tambahan bagi kehidupan seks yang juga buruk, kebanyakan orang berasumsi mereka perlu menyelesaikan masalah emosional lebih dahulu. Tapi untuk banyak orang, justru kebalikannya yang benar.

“Menurut saya seks terapi sudah tak bisa dipisahkan lagi dengan terapi pernikahan, “ kata Remos. “Bila anda mulai menganalisa hubungan seks sepasang suami istri, anda akan mendapatkan semuanya, dan begitu juga sebaliknya. Seks adalah jendela untuk hal-hal lain dalam sebuah hubungan,” jelas Remos.

Memperbaiki masalah emosional lebih dulu seringkali berhasil, tapi bila pasangan mencoba membenahi masalah emosional dulu dan hasilnya nol, maka memperbaiki masalah seks lebih dulu mungkin jadi solusi.

“Ketika pasangan mulai bersentuhan lagi, mereka akan merasa semakin dekat satu sama lain, dan menempatkan mereka secara emosional pada satu sisi dan membuat lebih mudah memecahkan perbedaan-perbedaan lainnya,” lanjutnya. 
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Jangan lupa komennya ya demi membangun blog ini agar menjadi lebih baik dari sekarang saran anda sangat berarti untuk perkembangan blog ini :)

 
Copyright © 2011. Indonesian Toshokan - All Rights Reserved