Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil
untuk bisa duduk di bangku perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada
di kampungnya, masih dengan mudah dihitung dengan jari orang-orang yang
telah duduk di bangku perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan,
tetapi dari semua itu dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang
sangat sederhana dan rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu
jarak antara perguruan tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada
yang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti
mobil angkot minimal lima kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda
dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai
menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan
menyertainya, karena tidak tahu harus bagaimana lagi setelah
menyelesaikan pendidikan SMA. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi tetap besar. Namun semua itu tentunya sangat berhubungan dengan
biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang pergi, tentunya biaya akan
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kuliahnya. Dengan segala
kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua
orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan semua
kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang dengan
akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan alternatif untuk tinggal di
rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya,
membuat semangat Arie bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang
ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan
menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
"Arie.." sapa ibunya
ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian untuk dibawa ke kota. Ini
ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah surat yang mungkin
penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal
untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah
menelepon Tuan Budiman tetapi karena Tuan Budiman dan Arie sangat jarang
sekali bertemu maka orang tua Arie memberikan surat penegasan bahwa
anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya
yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan
mempunyai beberapa usaha dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah
surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie
sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang
sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering
berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga
anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah
berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda.
Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari
istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan
ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih
SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas
limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak
aktivitas manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat
tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang
menyambutnya dengan ramah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan
nama yang dikenakan di bajunya.
"Selamat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
"Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu," jawab satpam yang bernama Asep.
"Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?"
"Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena melihat suatu
keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang
baru berumur dua puluh tahunan.
"Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya
Arie menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga belum pernah
tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
"Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,"
tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa
pemiliknya.
"Adik ini siapa," tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
"Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang."
"Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil
memberikan selamat datang di kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama
Bapak," kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
"Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, "Saya yang dulu sering mancing
bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun."
Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun."
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui
selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman.
Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om
Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang
keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di
belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi
dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang
lebih baru berumur 35 tahun.
"Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat
perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tidak dapat menemani Dik Arie karena
harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya diperintahkan
untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung
pulang atau kita jalan-jalan dulu," sambung Pak Dadi melihat ekpresi
Arie yang sedikit kecewa karena ketakutan akan tempat tinggal. Melihat
gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, "Jangan takut Dik Arie
pokoknya kamu tidak akan ada masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan
akan tidur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya
karena mempunyai uang dan uang sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang
berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan
sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi
dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai
keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya.
Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah
membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie
dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika
bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk di lobby depan, meskipun
tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi
karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak
orang lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Arie
menjadi betah sampai-sampai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan
mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke
sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah
pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak
kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat mengah
dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru
yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat
satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah
itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan
rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan
rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga
rumah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya
Budiman. Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa
semua barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh
Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke
ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang
ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om
Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi
Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum
menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu
menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
"Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
"Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lanjut Tante Rani yang pada
waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik
dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh
perhatian.
"Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan
Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia
sedang sibuk."
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan,
seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh
antusias menjawab segala pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante
Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan
Arie membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwarna biru
terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah
dan menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang
besar membuat kepala Arie pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani
telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis
remaja.
"Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke
ruang tengah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan
tengah rumah itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada
empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada
Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira
karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya
bila tidak dapat dikerjakan sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni
ya Kak." Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang
memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan
Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras
yang sangat cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang
meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua
SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran
dengan postur badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati
pada Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh
Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni.
Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar
mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie
memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan
dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang penuh keringat,
Arie melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat
dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan
kanannya memeluk istrinya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya
menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun
tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut salah satu
dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak
karena di dalam spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman
karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan Yuni yang
menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri.
Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat
kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di
suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan
mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu
sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang
membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia
sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Arie kaget
setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani
menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta
dengannya.
Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia
lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun
selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya
yang besar ke dalam kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu
merah, Tante Rani dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus
bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita
bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita,
lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka
sehingga rok mininya melorot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat
gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante Rani yang
terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah ludah
sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi.
Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia
memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu pula bibir
tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
0 comments:
Posting Komentar
Jangan lupa komennya ya demi membangun blog ini agar menjadi lebih baik dari sekarang saran anda sangat berarti untuk perkembangan blog ini :)